Quran Surat Al-Baqarah Ayat 158
۞ إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلْمَرْوَةَ مِن شَعَآئِرِ ٱللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ ٱلْبَيْتَ أَوِ ٱعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَن يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ ٱللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ
Arab-Latin: Innaṣ-ṣafā wal-marwata min sya'ā`irillāh, fa man ḥajjal-baita awi'tamara fa lā junāḥa 'alaihi ay yaṭṭawwafa bihimā, wa man taṭawwa'a khairan fa innallāha syākirun 'alīm
Terjemah Arti: Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Sesungguhnya Shafa dan Marwah (yaitu dua bukit kecil dekat Kabah dari arah Timur) termasuk simbol-simbol agama Allah yang Nampak yang Allah memerintahkan hamba-hambanya untuk beribadah dengan melakukan sa’i antara keduanya. Barang siapa berniat menuju Ka'bah untuk Haji atau umroh, maka tidak ada dosa atas dirinya dan tidak ada kesalahan baginya untuk melakukan Sa’i antara keduanya, Bahkan dia wajib melakukannya. Dan barangsiapa melaksanakan amal ketaatan dengan hati yang tulus dari dirinya, ikhlas menjalankannya karena Allah Ta'ala, maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri, Dia akan memberikan balasan atas amalan yang sedikit dengan pahala yang banyak. dan Dia maha mengetahui amal-amal perbuatan hamba-hambanya maka Dia tidak akan menyia-nyiakannya, dan tidak mengurangi amal seseorang sedikitpun walaupun sebesar biji sawi.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
158. Sesungguhnya dua bukit yang dikenal dengan nama Safa dan Marwah di dekat Ka'bah itu termasuk tanda-tanda syariat Islam yang nyata. Maka barangsiapa yang pergi ke Baitullah untuk menunaikan ibadah haji atau umrah tidak ada dosa baginya untuk melaksanakan sai di antara kedua bukit tersebut.
Pernyataan “tidak ada dosa” di sini dimaksudkan untuk menenteramkan hati sebagian orang Islam yang segan melaksanakan sai di sana karena menganggap itu adalah bagian dari ritual jahiliah. Allah menjelaskan bahwa sai di antara Safa dan Marwah adalah bagian dari manasik haji. Barangsiapa melaksanakan ibadah-ibadah sunah secara sukarela dan ikhlas karena Allah, maka Allah akan berterima kasih kepadanya. Dia akan menerima ibadahnya dan akan memberinya balasan yang setimpal. Dan Dia Maha Mengetahui siapa yang berbuat baik dan berhak mendapatkan pahala.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
158. Bukit Shafa dan Marwah merupakan bagian dari syi’ar ibadah untuk sa’i pada ibadah umrah dan haji. Maka barangsiapa yang menuju Baitul Haram untuk menunaikan haji atau umrah maka tidak mengapa bahkan wajib baginya untuk melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwah, meski orang-orang musyrik juga sedang sa’i dan mendekatkan diri kepada berhala-berhala mereka di sana. Dan barangsiapa yang hendak melaksanakan haji atau umrah setelah hajinya selesai atau melaksanakan suatu kebaikan, maka Allah akan mensyukurinya dengan memberinya pahala, dan Dia Maha Mengetahui segala amal perbuatan hamba-Nya.
Dikeluarkan oleh Imam Muslim dari hadits panjang yang diriwayatkan oleh Jabir, disebutkan bahwa Rasulullah setelah melaksanakan thawaf di Baitul Haram, ia menghadap ke sisi hajar aswad lalu ia memberi isyarat. Kemudian ia keluar menuju bukit Shafa, saat ia telah mendekati Shafa, ia membaca firman Allah:
“{إن الصفا والمروة من شعائر الله}
"Aku akan memulai dengan bukit yang disebutkan pertama oleh Allah.”
Maka ia memulai sa’i dari bukit Shafa. (Shahih Muslim, kitab haji, bab haji Rasulullah, no. 1218). lihat: surat al-Baqarah: 233 pada firman-Nya: {فلا جناح عليهما}.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
158. إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ (Sesungguhnya Shafaa dan Marwa) Keduanya adalah dua bukit yang ada di Makkah. مِن شَعَآئِرِ اللَّـهِ (adalah sebahagian dari syi’ar Allah) Yakni tanda dan ciri-ciri manasik haji. Dan maksudnya adalah tempat-tempat ibadah yang dijadikan Allah sebagai tanda bagi manusia, dan diantaranya adalah tempat berkumpul (Mauqif), tempat sa’i, dan tempat menyembelih. فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ (Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah) Yakni barangsiapa yang hendak melakukan ibadah haji ini. أَوِ اعْتَمَر (atau ber’umrah) Yakni umrah. Secara bahasa umrah berarti mengunjungi; dan secara istilah syar’i berarti menjalankan manasik-manasik yang telah kita ketahui bersama. أَن يَطَّوَّفَ (maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’i) Kata (يطوف) asalnya (يتطوف). Dan makna thawaf antara shafa dan marwah yakni berlari-lari kecil diantara keduanya yang dilakukan ketika haji atau umrah. Sa’i hukumnya wajib dan bagian dari manasik.
Dalam shalihain disebutkan dari Aisyah: bahwa Urwah berkata kepadanya: saya berpendapat makna dari ayat ini adalah seseorang tidak mengapa untuk tidak mengerjakan sa’i antara shafa dan marwah. Maka Aisyah menjawab: betapa buruknya apa yang kamu katakan wahai keponakanku, seandainya maknanya adalah seperti apa yang kamu katakan maka seharusnya ayatnya berbunyi (فلا جناح عليه أن لا يطوف بهما) “tidak mengapa untuk tidak mengerjakan thawaf diantara keduanya”; akan tetapi ayat ini turun karena kaum Anshar sebelum memeluk Islam mereka menyembelih kurban di Shofa dan Marwah untuk “manat” yang mereka sembah. Kemudian setelah mereka masuk Islam, orang-orang yang dulu menyembelih sesembahan itu merasa segan untuk melakukan thawaf di antara Shafa dan Marwah; kemudian Allah pun menurunkan ayat ini. Aisyah melanjutkan: Nabi juga telah menjelaskan hukum Thawaf diantara keduanya, maka tidak ada yang boleh meninggalkannya. Aku bersumpah Allah tidak akan menyempurnakan haji seseorang apabila belum melakukan sa’i antara Shafa dan marwah, dan begitu pula yang menjalankan umrah, karena Allah telah berfirman: ( إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ من شعائر الله). Dan Rasulullah ketika ditanya dalam hal ini menjawab: “Sesungguhnya Allah mewajibkan atas kalian sa’i maka lakukanlah”.
Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
{ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ } Pada lafazh : { خَيْرًا } mengabarkan keutamaan nafkah atau infaq yang dikeluarkan ketika berhaji atau umroh dengan hewan qurban atau selainnya yang bermanfaat bagi kaum faqir, dan penggunaan lafazh { خَيْرًا } adalah uslub yang penggunaan untuk rezki dan harta sudah menjadi 'urf, sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah : { وَإِنَّهُ لِحُبِّ الْخَيْرِ لَشَدِيدٌ }.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
158. Sesungguhnya Shafa dan Marwah yang komposisinya dari batu yang menjulang yang digunakan sebagai permulaan dan akhiran orang yang sa’i itu termasuk tanda-tanda syiar haji atau tempat-tempat ibadah yang dikhususkan oleh Allah untuk memberi tanda bagi manusia bahwa itu adalah tempat untuk sa’i dan berkurban. Dan barangsiapa menuju Baitul Haram untuk berhaji karena suatu kewajiban atau untuk berumrah mengunjungi Baitul Haram, maka tiada dosa baginya dengan mengelilingi keduanya dengan melakukan sa’i antara keduanya dalam ibadah haji dan umrah. Hal tersebut merupakan kewajiban dan ibadah. Meskipun keduanya pada masa jahiliyah terdapat dua berhala, yaitu Isaf di atas Shafa dan Na’ilah di atas Marwah. Dan barang siapa memperbanyak ketaatannya dengan melakukan umrah, maka Allah berterima kasih atas ketaatannya itu.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas RA bahwa beliau ditanya tentang Shafa dan Marwa lalu menjawab: “Kita tahu bahwa keduanya itu merupakan perkara yang dilakukan pada masa Jahiliyyah, namun ketika Islam datang, kita menjaganya.” Lalu Allah menurunkan ayat {Innasshafa}
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Allah mengabarkan bahwasannya shofa dan marwah adalah tanda-tanda keagamaan yang nampak.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
158. Allah mengabarkan “Sesungguhnya Shafa dan Marwa,” keduanya adalah tempat yang telah diketahui, “adalah sebagian dari syiar Allah,” yakni tanda-tanda agamaNya yang jelas yang dipakai oleh hamba-hambaNya untuk beribadah kepada Allah dengannya, dan apabila kedua tempat itu adalah di antara syiar-syiar Allah, maka Allah telah memerintahkan untuk mengagungkan syiar syiarNya seraya berfirman : "Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati." QS al-hajj ayat 32
Kedua nash di atas menunjukkan bahwa kedua tempat tersebut adalah diantara syiar-syiar Allah, dan mengagungkan syiar syiar Allah itu timbul dari ketakwaan hati, sedangkan ketaqwaan itu wajib atas orang-orang yang telah terbebani kewajiban (mukallaf). Dengan demikian, hal itu menunjukkan bahwa melakukan sai di antara dua tempat itu adalah sebuah kewajiban yang pasti dalam ibadah haji dan umroh, sebagaimana yang disepakati oleh mayoritas ulama, yang ditunjukkan oleh hadits-hadits dan perbuatan Nabi. Beliau bersabda “Ambilah contoh dari ku dalam manasik haji dan umrah kalian,” “Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumroh maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya,” ayat ini adalah jawaban bagi orang yang ragu dan merasa bersalah di antara kaum muslimin yang melakukan sai antara keduanya, karena pada masa jahiliyah dulu, kedua tempat tersebut menjadi tempat disembahnya patung-patung, lalu Allah meniadakan dosa untuk menolak keraguan tersebut, bukan karena ia merupakan suatu yang tidak wajib. Pembatasan peniadaan dosa bagi orang yang sai di antara dua tempat itu saat ibadah haji dan umroh menunjukkan bahwa tidaklah seseorang melakukan sai secara tersendiri kecuali disertai dengan haji dan umroh, berbeda dengan tawaf di Baitullah, karena ia disyariatkan bersama umroh dan haji karena Ia merupakan ibadah yang tersendiri.
Adapun sai, wukuf di Arafah dan Muzdalifah, serta melempar jumroh adalah bagian kegiatan yang mengikuti nusuk (tata cara haji), sekiranya anda melakukannya tanpa mengikuti nusuk, maka perbuatan itu adalah sebuah bid’ah, karena bid’ah itu ada dua macam:
Pertama yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang tidak disyariatkan sama sekali, dan kedua yang dilakukan untuk beribadah kepada Allah yang disyariatkan olehNya dalam bentuk tertentu tapi dikerjakan dengan bentuk yang lain; dan perbuatan ini termasuk dalam kategori
kedua. FirmanNya, “Dan barangsiapa dengan kerelaan hati,” maksudnya, melakukan suatu ketaatan dengan ikhlas karena Allah Semata, “yang baik” seperti haji, umroh, tawaf, shalat, puasa, dan sebagainya, maka hal itu adalah baik baginya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali ketaatan seorang hamba bertambah kepada Allah, maka bertambah pula kebaikannya, kesempurnaannya, dan derajatnya disisi Allah, karena bertambahnya keimanan dalam dirinya dan juga menunjukkan atas batas kerelaan hatinya dengan baik, dan bahwasanya barangsiapa yang melakukan suatu bid’ah dengan kerelaan hati, yang tidak disyariatkan oleh Allah dan tidak pula oleh rasulNya, niscaya dia tidak akan memperoleh apa-apa kecuali lelah semata, dan bukan suatu yang baik untuknya, bahkan kemungkinan bisa menjadi suatu yang buruk baginya jikalau dia melakukannya secara sengaja dan mengetahui tentang tidak disyariatkan nya amalan tersebut. “Maka sesungguhnya Allah Maha mensyukuri lagi Maha Mengetahui,” asy syakir dan asy syakur (Yang Maha mensyukuri) adalah diantara nama-nama Allah yang baik, di mana Dia menerima perbuatan yang sedikit sekalipun dari hambaNya, lalu Dia membalasnya dengan pahala yang besar, yakni bila seorang hamba menunaikan perintah perintahNya dan menunaikan ketaatan kepadaNya, niscaya Dia akan menolongnya, memujinya, dan membalasnya dengan memberikan cahaya (Hidayah), keimanan, dan kelapangan dalam hatinya, kekuatan dan semangat dalam dirinya, tambahan keberkahan dan peningkatan dalam segala kondisinya, bertambah Taufik dalam perbuatannya, kemudian setelah itu Dia mendahulukan balasan yang ditangguhkan di sisi rabbnya secara sempurna dan lengkap, dan tidak dikurangi oleh perkara-perkara tersebut.
Dan diantara syukur Allah kepada hambaNya adalah bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik darinya, barangsiapa yang mendekatkan diri kepadaNya sejengkal, Dia akan mendekat kepadanya satu hasta, barangsiapa yang mendekatkan diri kepada-Nya satu hasta, Dia akan mendekat kepadanya satu depa, barangsiapa yang menuju kepadaNya dengan berjalan, Dia akan menuju kepadanya dengan berlari kecil, dan barangsiapa yang bermuamalah denganNya, niscaya dia akan beruntung berlipat-lipat ganda. Dan disamping bahwa Allah adalah Maha bersyukur, Dia pun Maha Mengetahui siapa yang berhak memperoleh balasan sempurna sesuai dengan niat, keimanan, dan ketakwaannya dari orang yang tidak seperti itu, Maha mengetahui perbuatan hamba-hambaNya, tidak menyia-nyiakannya bahkan mereka akan mendapat balasan paling sempurna sesuai niat mereka yang diketahui oleh Allah yang Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata : { ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ } ash-Shafa wal Marwah : Shafa adalah bukit yang menghadap Ka’bah pada arah tenggara. Sedangkan Marwah adalah bukit yang menghadap Ka’bah dari arah utara. Jarak antara keduanya sekitar 760 hasta. { شَعَآئِرِ ٱللَّهِۖ } sya’aairillah : Tanda-tanda agamaNya. Merupakan bentuk jamak dari sya’iirah شعيرة yang berarti tanda untuk beribadah kepada Allah Ta’ala. Maka Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa merupakan suatu syiar (tanda) karena menunjukkan bentuk ketaatan kepada Allah. { الحَجُّ } al-Hajj : Mengunjungi (ziarah) Baitullah dengan maksud untuk melaksanakan ibadah tertentu yang disebut dengan manasik. { العُمْرَةُ } al-‘Umrah : adalah Mengunjungi Baitullah untuk melaksanakan thawaf mengelilingi Ka’bah dan melakukan Sa’i antara bukit Shafa dan Marwa, serta bertahallul dengan menggunduli rambut kepala atau memendekannya. { الجُنَاحُ } al-Junaah : Dosa yang diakibatkan oleh penyelisihan terhadap syariat, dengan meninggalkan amalan wajib atau melakukan sesuatu yang dilarang agama. { يَطَّوَّفَ } Yathhowwafa : Berjalan bolak-balik antara bukit Shafa dan Marwa { خَيۡرٗا } Khairan : al-Khair adalah nama bagi setiap hal yang mendatangkan kebahagiaan dan menjauhkan bahaya. Yang dimaksud di sini adalah amalan shalih.
Makna ayat : Allah Ta’ala mengabarkan dalam ayat ini mengenai kewajiban untuk melakukan Sa’i antara Shafa dan Marwa, dan menyanggah anggapan sebagian kaum mukminin yang beranggapan bahwa melakukan Sa’i di antara keduanya berdosa. Karena pada masa jahiliyah dulu di atas Shafa terdapat berhala yang dinamakan Isaf, begitu juga di atas Marwa terdapat berhala yang dinamakan Na’ilah. Dua berhala ini sering diusap-usap oleh orang-orang yang melakukan Sa’i di antara dua bukit itu. Maka Allah Ta’ala berfirman (إِنَّ ٱلصَّفَا وَٱلۡمَرۡوَةَ ) “Sesungguhnya Shafa dan Marwah” yaitu melakukan Sa’i di antara keduanya “Adalah sebagian dari Syi’ar Allah” yaitu merupakan suatu bentuk ibadah di antara berbagai ibadah yang ada.
Dahulu Ibrahim ‘alaihissalam dan anaknya yaitu Ismail serta anak keturunan mereka dari kalangan muslimin beribadah dengan sara melakukan Sa’i. Maka siapa saja yang mengunjungi Baitullah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, hendaknya mereka melakukan Sa’i sebagai salah satu rukun haji dan umrah. Tidak ada dosa bagi mereka untuk melakukannya walaupun dulu kaum musyrikin juga melakukan Sa’i karena adanya dua berhala di bukit Shafa dan Marwah, yaitu patung Isaaf dan Na’ilah.
Lantas Allah Ta’ala menjanjikan kepada hamba-hambaNya yang mukmin, bahwa siapa saja yang melakukan amalan kebaikan akan mendapatkan pahala. Karena Allah Ta’ala berterima kasih kepadda hamba-hambaNya yang mau melakukan amalan shalih dan membalasnya berdasarkan ilmu dan niat masing-masing orang. Inilah makna firman Allah Ta’ala “Dan barangsiapa mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Ta’ala mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.” Pelajaran dari ayat : • Kewajiban untuk melakukan Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa bagi siapa saja yang berthawaf di Ka’bah baik untuk melaksanakan haji atau umrah. Rasulullah ﷺ bersabda : “Bersa’ilah karena Allah Ta’ala mewajibkan kalian melakukannya.” (HR Daruquthni). Nabi ﷺ telah melakukan sa’i dalam seluruh umrahnya dan ibadah hajinya. • Tidak mengapa untuk shalat di masjid yang dulunya adalah gereja, atau di tempat yang dulunya merupakan tempat peribadahan orang kafir. • Anjuran untuk melakukan amalan kebaikan selain yang wajib, yaitu amalan sunnah seperti thawaf, shalat, puasa, sedekah, berjaga-jaga di perbatasan, dan jihad.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Imam Bukhari meriwayatkan dari Urwah, bahwa ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Aisyah radhiyallahu 'anha, "Beritahukanlah kepadaku firman Allah Ta'ala, "Innash shafa wal marwata…dst. sampai ay yaththawwafa bihimaa." Demi Allah, (yang demikian menunjukkan) tidak ada dosa bagi seseorang untuk tidak bersa'i antara Shafa dan Marwah." Aisyah menjawab, "Buruk sekali apa yang kamu katakan, wahai putera saudariku! Sesungguhnya ayat ini jika seperti apa yang kamu tafsirkan, maka berarti tidak ada dosa bagi seseorang untuk tidak bersa'i antara Shafa dan Marwah. Akan tetapi, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Anshar, di mana mereka sebelum masuk Islam berihlal (bertalbiyah) untuk berhala Manat yang mereka sembah di Musyallal. Di antara orang yang berihlal itu merasa berdosa bersa'i antara Shafa dan Marwah. Ketika mereka telah masuk Islam, mereka bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hal itu. Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami merasa berdosa bersa'i antara Shafa dan Marwah," maka Allah menurunkan ayat, "Innash shafaa wal marwata min sya'aairillah..dst." Aisyah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menetapkan bersa'i antara Shafa dan Marwah, oleh karena itu tidak boleh bagi seorang pun meninggalkan bersa'i antara Shafa dan Marwah." Kemudian Aisyah memberitahukan kepada Abu Bakar bin Abdurrahman, lalu Abu Bakar berkata, "Sesungguhnya ilmu ini belum pernah aku dengar. Bahkan aku mendengar beberapa orang ahli ilmu menyebutkan, bahwa orang-orang –selain yang disebutkan Aisyah yang berihlal dengan Manat- mereka bersa'i di Shafa dan Marwah. Karena Allah Ta'ala hanya menyebutkan thawaf di Baitullah, dan tidak menyebutkan bersa'i antara Shafa dan Marwah dalam Al Qur'an, mereka berkata, "Wahai Rasulullah, kami bersa'i antara Shafa dan Marwah, padahal yang Allah turunkan (dalam kitab-Nya) adalah berthawaf di Baitullah dan tidak menyebutkan Shafa dan Marwah. Oleh karena itu, apakah kami berdosa jika kami bersa'i di Shafa dan Marwah?" Maka Allah menurunkan ayat, "Innash shafaa wal marwata min sya'aairillah..dst."
Abu Bakar berkata, "Dengarkanlah ayat ini, ia turun berkenaan kedua pihak itu; tentang orang-orang yang merasa berdosa bersa'i antara Shafa dan Marwah di zaman Jahiliyyah dan orang-orang yang berthawaf (di Baitullah) kemudian mereka merasa berdosa bersa'i antara Shafa dan Marwah karena Allah Ta'ala hanya memerintahkan thawaf di Baitullah dan tidak menyebutkan bersa'i di Shafa sehingga bersa'i disebutkan setelah diterangkan thawaf di Baitullah."
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas, bahwa ia pernah ditanya tentang (bersa'i) antara Shafa dan Marwah, lalu ia menjawab, "Kami memandang, bahwa (bersa'i) antara Shafa dan Marwah termasuk perkara Jahiliyyah. Ketika Islam datang, kami pun menahan diri (tidak melakukannya), maka Allah menurunkan ayat, "Innash shafaa wal marwata min sya'aairillah..dst." Namun demikian, tidak ada yang bahwa ayat tersebut turun berkenaan kedua pihak itu. Syi'ar Allah adalah tanda-tanda agama yang nampak atau tempat beribadah kepada Allah. Karena sebagai syi'ar-Nya, maka kita diperintahkan untuk memuliakannya, wa may yu'azzhim sya'aairallah fa innahaa min taqwal quluub (dan barangsiapa yang memuliakan syi'ar-syi'ar Allah, maka hal itu timbul dari ketakwaan yang ada di dalam hati). Allah mengungkapkan dengan perkataan "tidak ada dosa" (padahal hukumnya wajib) sebab sebagian sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam merasa keberatan mengerjakannya sa'i di situ, karena tempat itu bekas tempat berhala. dan di masa jahiliyah pun tempat itu digunakan sebagai tempat sa'i. Untuk menghilangkan rasa keberatan itu, Allah menurunkan ayat ini. Yakni yang disyari'atkan Allah, seperti shalat, puasa, hajji, umrah, thawaf dsb.
Hal ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang mengerjakan perkara yang tidak disyari'atkan (bid'ah), maka tidak ada yang diperoleh selain kelelahan, bukan kebaikan, bahkan bisa menjadi keburukan jika ia melakukannya dengan sengaja dan mengetahui bahwa hal itu tidak disyari'atkan. Yakni ikhlas karena Allah. Ada pula yang mengartikan "mengerjakan amalan yang tidak wajib baginya". Allah mensyukuri hamba-Nya: memberi pahala terhadap amal-amal hamba-Nya, jika sedikit dibalas-Nya dengan balasan yang banyak, Dia tidak menyia-nyiakan amalan hamba-hamba-Nya, dan tidak mengurangi meskipun seberat dzarrat (debu). Jika seorang hamba mengerjakan perintah-Nya Dia akan membantu, memujinya dan akan memberikan balasan berupa cahaya, iman dan kelapangan di hatinya, pada badannya akan diberikan kekuatan dan semangat dan pada semua keadaannya akan diberikan keberkahan dan tambahan, sedangkan pada amalnya akan ditambah lagi dengan taufiq-Nya. Pada hari kiamat, pahala yang diperoleh seorang hamba tersebut akan dipenuhkan dan tidak akan dikurangi. Di antara syukur-Nya kepada hamba-Nya adalah bahwa barangsiapa yang meninggalkan sesuatu karena Allah, maka Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Barangsiapa yang mendekat kepada-Nya sejengkal, maka Allah akan mendekat kepadanya sehasta, barangsiapa yang mendekat kepada-Nya sehasta, maka Dia akan mendekat kepada orang itu sedepa dan barangsiapa yang mendekat kepada-Nya sambil berjalan, maka Dia akan mendekat kepadanya sambil berlari. Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga mengetahui siapa yang berhak memperoleh pahala yang sempurna sesuai niat, iman dan ketakwaannya, Dia mengetahui amalan-amalan yang dikerjakan hamba-hamba-Nya, oleh karenanya Dia tidak akan menyia-nyiakannya, bahkan hamba-hamba-Nya akan memperoleh balasan yang lebih banyak dari apa yang merekjakerjakan sesuai niat mereka yang diketahui oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Usai menjelaskan perihal kiblat, Allah lalu beralih menguraikan apa yang terkait dengan masjidilharam, yaitu bukit safa dan marwah. Sesungguhnya safa dan marwah, dua bukit di dekat kakbah (sekarang dalam lingkup masjidilharam) merupakan sebagian syi'ar agama Allah, karena orang yang haji dan umrah melakukan ritual ubudiyah dengan berlari kecil di antara keduanya. Maka barang siapa beribadah haji ke baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Lakukanlah sai sesuai tuntunan Allah dan janganlah kamu merasa berdosa oleh istiadat kaum jahiliah yang mengusap patung di pucuk kedua bukit itu. Dan barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka Allah maha mensyukuri dengan memberikan pahala yang agung atas kebajikannya itu, dan dia pun maha mengetahui. Allah mengimbau umat islam untuk menyampaikan kebenaran.
Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan, yakni kitab-kitab samawi sebelum Al-Qur'an, dengan tidak memaparkannya kepada masyarakat atau menggantinya dengan yang lain, berupa keterangan-keterangan tentang satu kebenaran dan petunjuk, seperti sifat-sifat nabi Muhammad atau hukum syariat tertentu setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab Al-Qur'an, mereka itulah orang yang dilaknat Allah, dijauhkan dari rahmat-Nya, dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat: para malaikat dan kaum mukmin.
Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang sengaja menyembunyikan kebenaran dari Allah. Laknat itu akan selalu meliputi mereka, kecuali mereka yang telah bertobat dan menyesali dosa mereka, dan mengadakan perbaikan dengan berbuat saleh, dan menjelaskan-Nya; mereka itulah yang aku terima tobatnya, dan akulah yang maha penerima tobat, maha penyayang.
إِنَّ ٱلَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَآ أَنزَلْنَا مِنَ ٱلْبَيِّنَٰتِ وَٱلْهُدَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا بَيَّنَّٰهُ لِلنَّاسِ فِى ٱلْكِتَٰبِ ۙ أُو۟لَٰٓئِكَ يَلْعَنُهُمُ ٱللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ ٱللَّٰعِنُونَ
Arab-Latin: Innallażīna yaktumụna mā anzalnā minal-bayyināti wal-hudā mim ba'di mā bayyannāhu lin-nāsi fil-kitābi ulā`ika yal'anuhumullāhu wa yal'anuhumul-lā'inụn
Terjemah Arti: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati,
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang kami turunkan berupa ayat-ayat yang nyata lagi menunjukkan tentang kenabian Muhammad Shalallahu Wassalam dan apa yang dibawanya, yaitu para ulama Yahudi dan ulama Nasrani dan orang-orang selain mereka yang menutup-nutupi apa yang Allah turunkan sesudah Allah memperlihatkan kepada sekalian manusia di dalam Kitab Taurat dan Injil, mereka itulah orang-orang yang diusir oleh Allah dari rahmat Nya, dan seluruh makhluk berdoa supaya laknat ditimpakan kepada mereka itu.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
159. Sesungguhnya orang-orang Yahudi, Nasrani dan lainnya yang menyembunyikan keterangan (wahyu) yang Kami turunkan, yang menunjukkan kebenaran Nabi dan agama yang dibawanya, setelah Kami tunjukkan dengan jelas kepada manusia di dalam kitab-kitab suci mereka, mereka itu akan diusir oleh Allah dari rahmat-Nya. Mereka juga akan dikutuk oleh para Malaikat, para Nabi dan seluruh umat manusia agar mereka diusir dari rahmat Allah.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
159-160. Orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat yang jelas yang Kami turunkan dan menyembunyikan ilmu yang dapat mengantarkan kepada Islam setelah dijelaskan dalam Taurat dan Injil, mereka adalah orang-orang yang jauh dari kebenaran dan dijauhkan dari rahmat Allah, dan mereka dilaknat oleh para malaikat, orang-orang beriman, dan manusia seluruhnya; kecuali orang-orang yang menyesal telah menyembunyikan hal tersebut kemudian menjelaskan kepada orang-orang apa yang telah mereka sembunyikan, maka mereka adalah orang-orang yang memiliki derajat yang tinggi yang Aku (Allah) terima taubat mereka, dan Aku Maha menerima taubat orang yang bertaubat dan Maha Mengasihi hamba-hamba-Nya.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
159. إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ (Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan) Mereka adalah pemuka-pemuka agama dari Yahudi dan Nasrani dan semua yang menyembunyikan kebenaran urusan Nabi Muhammad dan tidak menjelaskan yang Allah telah wajibkan atas mereka. الكتاب (Al Kitab) Yakni kata yang meliputi semua kitab yang telah diturunkan. يَلْعَنُهُمُ اللَّـهُ (mereka itu dilaknati Allah) Dan laknat Allah adalah penjauhan dan pengusiran Allah kepada seseorang dari rahmat-Nya. وَيَلْعَنُهُمُ اللّٰعِنُونَ (dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati) Yakni para malaikat dan orang-orang mukmin. Dan pendapat lain mengatakan: mereka adalah semua yang dapat melakukan laknat, sehingga masuk didalamnya jin.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
159. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan ayat-ayat Allah tentang dalil kebenaran risalah nabi Muhammad SAW dari manusia setelah adanya penjelasan tentang beliau dalam Taurat, yaitu para ulama’ yahudi dan para pendeta Nasrani. Maka mereka itu akan ditolak dari rahmat Allah. Para malaikat dan orang-orang mukmin akan melaknat mereka. Ayat ini turun untuk para ulama’ ahli kitab dan karena kebisuan mereka terkait ayat tentang hukuman rajam dan penggambaran nabi Muhammad SAW. An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi Allah mengabarkan bahwasannya setiap penyembunyian kebenaran dari ahli kitab atau umat ini Allah akan laknat dan mencabut kasih sayang-Nya.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
159. Ayat ini walaupun turun kepada ahli kitab dan apa yang mereka sembunyikan tentang Rasulullah dan sifat-sifat beliau, namun hukum ayat ini tetap bersifat umum kepada setiap orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah, “berupa keterangan keterangan yang jelas,” yang menunjukkan dan berdampak kebenaran, “dan petunjuk,” yaitu ilmu yang membawa kepada hidayah menuju ke jalan yang lurus, dan menunjukkan jalan penghuni surga dari jalan penghuni neraka. Sesungguhnya Allah telah mengikat janji kepada para ulama agar mereka menjelaskan kepada manusia apa yang telah Allah karuniakan kepada mereka dari ilmu tentang Alkitab dan agar mereka tidak menyembunyikannya. Maka barangsiapa yang menyia-nyiakan hal itu dan melakukan 2 kerusakan sekaligus, yaitu menyembunyikan apa yang telah diturunkan oleh Allah dan berlaku curang terhadap hamba-hamba Allah, maka mereka itu “dilaknati oleh Allah,” maksudnya, Dia menjauhkan dan mengusir mereka dari kedekatan kepadaNya dan dari rahmatNya, “dan dilaknati pula oleh seluruh makhluk yang dapat melaknati,” mereka adalah seluruh makhluk. Laknat akan menimpa mereka dari seluruh makhluk, karena usaha mereka untuk berlaku curang terhadap para makhluk, merusak agama mereka, dan menjauhkan mereka dari rahmat Allah.
Akhirnya mereka pun dibalas sesuai dengan jenis perbuatan mereka, sebagaimana para pengajar manusia kepada kebaikan, maka Allah dan para malaikat-Nya akan bershalawat atasnya, bahkan ikan paus di lautan yang dalam, karena usahanya dalam memberikan manfaat kepada makhluk, memperbaiki agama mereka, dan mendekatkan mereka kepada rahmat Allah, sehingga diapun dibalas sesuai dengan jenis perbuatannya. Orang yang menyembunyikan apa yang diturunkan oleh Allah adalah bertentangan dengan perintah Allah dan menentang Allah. Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepada manusia dan menerangkannya, sedangkan orang ini berusaha menghapus dan menyembunyikannya, maka orang ini terkena oleh ancaman yang keras tersebut.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata : { يَكۡتُمُونَ } Yaktumuun : Menyembunyikan dan menutupi sesuatu sehingga tidak nampak dan tidak diketahui { ٱلۡبَيِّنَٰتِ } al-Bayyinaat : Bentuk jamak dari bayyinah, artinya : sesuatu yang dapat digunakan untuk menetapkan suatu hal yang bisa ditetapkan. Yang dimaksud di sini adalah sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menetapkan kenabian Muhammad ﷺ berupa sifat dan karakter beliau yang terdapat dalam kitab milik Yahudi & Nasrani. { ٱلۡهُدَىٰ } al-Huda : Sesuatu yang dapat menujukkan arah yang benar dan membantu agar sampai kepada arah yang benar itu. Yang dimaksud di sini adalah petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ berupa agama haqiqi, yang dapat membimbing pemeluknya menuju kesempurnaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. { فِي ٱلۡكِتَٰبِ } fil Kitaab : Dalam kitab Taurat dan Injil { اللعنة } al-La’nah : Diusir dan dijauhkan dari setiap rahmat dan kebaikan. { ٱللَّٰعِنُونَ } al-Laa’inuun : Mereka yang dapat melaknat seperti para Malaikat atau orang-orang mukmin. Makna ayat : Setelah menjelaskan tentang perasaan merasa berdosa sebagian kaum muslimin untuk melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah, konteks ayat kembali lagi membongkar kejahatan ulama ahli kitab, serta seruan kepada mereka untuk bertaubat dengan menyampaikan kebenaran dan beriman terhadap kebenaran itu. Maka Allah Ta’ala memberitahukan bahwa, orang-orang yang menyembunyikan keterangan dan petunjuk yang Allah turunkan dalam kitab Taurat dan Injil, berupa sifat dan karakter Rasul Muhammad ﷺ serta perintah untuk beriman kepadanya dan risalah yang beliau bawa, merekalah orang-orang yang telah menjauh, mereka mendapat laknat dari Allah Ta’ala, para malaikat, dan kaum mukminin.
Inilah kandungan ayat 159. Pelajaran dari ayat : • Keharaman menyembunyikan ilmu. Dalam hadits shahih disebutkan, “Barangsiapa menyembunyikan ilmu, pada hari kiamat nanti akan memasangkan kendali kekang pada mulutnya dari api neraka.” Abu Hurairah menyampaikan,”Andai saja bukan karena satu ayat dalam al-Qur’an, aku tidak akan mau menyampaikan satu hadits pun kepada kalian.” Lantas beliau membaca ayat “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas)..” (QS al-Baqarah : 159)
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Ayat ini meskipun menerangkan tentang keadaan ahli kitab berupa sikap mereka menyembunyikan isi Taurat atau Injil yang menerangkan tentang keadaan rasul terakhir (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam) dan sifatnya, namun ayat ini umum mengena kepada siapa saja yang menyembunyikan apa yang Allah turunkan berupa keterangan-keterangan yang jelas dan petunjuk. Karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah mengambil perjanjian kepada ahli ilmu agar mereka menerangkan kepada manusia nikmat yang Allah berikan berupa pengetahuan agama. Barangsiapa yang malah menyembunyikannya, maka ia telah mengerjakan dua mafsadat, yaitu menyembunyikan apa yang Allah turunkan dan menipu hamba-hamba Allah. Mereka akan dilaknat Allah, yakni dijauhkan dari rahmat dan dekat dengan-Nya serta akan dilaknat oleh mereka yang melaknat, yaitu semua makhluk karena telah melakukan penipuan dan merusak agama mereka. Mafhum ayat ini, bahwa orang yang mengajarkan kebaikan dan menerangkan kepada manusia apa yang Allah turunkan, maka Allah akan memberikan shalawat (rahmat dan ampunan) dan malaikat akan mendo'akannya, bahkan tidak hanya malaikat, ikan-ikan yang ada di laut pun mendo'akannya karena tindakannya untuk mengadakan perbaikan kepada makhluk dan memperbaiki agama mereka serta mendekatkan mereka dengan rahmat Allah Azza wa Jalla.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Allah mengimbau umat islam untuk menyampaikan kebenaran. Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan, yakni kitab-kitab samawi sebelum Al-Qur'an, dengan tidak memaparkannya kepada masyarakat atau menggantinya dengan yang lain, berupa keterangan-keterangan tentang satu kebenaran dan petunjuk, seperti sifat-sifat nabi Muhammad atau hukum syariat tertentu setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab Al-Qur'an, mereka itulah orang yang dilaknat Allah, dijauhkan dari rahmat-Nya, dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat: para malaikat dan kaum mukmin. Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang sengaja menyembunyikan kebenaran dari Allah. Laknat itu akan selalu meliputi mereka, kecuali mereka yang telah bertobat dan menyesali dosa mereka, dan mengadakan perbaikan dengan berbuat saleh, dan menjelaskan-Nya; mereka itulah yang aku terima tobatnya, dan akulah yang maha penerima tobat, maha penyayang
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 160
إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَبَيَّنُوا۟ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
Arab-Latin: Illallażīna tābụ wa aṣlaḥụ wa bayyanụ fa ulā`ika atụbu 'alaihim, wa anat-tawwābur-raḥīm
Terjemah Arti: Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Kecuali orang-orang yang mau kembali kepada Allah dan memohon ampunan kepada Allah atas dosa-dosa mereka, dan melakukan perbaikan terhadap apa yang telah mereka rusak, dan mereka Sebutkan dan jelaskan apa apa yang mereka sembunyikan, maka Aku menerima taubat mereka dan Aku mengampuni mereka, dan Aku adalah Dzat Yang Maha menerima taubat orang-orang yang bertaubat dari hamba hamba Ku, maha pengasih terhadap mereka, sebab Aku telah memberikan Taufik kepada mereka untuk bertaubat dan kemudian Aku menerima Taubat dari mereka.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
160. Kecuali orang-orang yang bertaubat dari tindakan menyembunyikan ayat-ayat yang jelas tersebut dan memperbaiki amal perbuatan mereka, baik lahir maupun batin, serta memberikan keterangan yang jelas perihal kebenaran dan petunjuk yang telah mereka sembunyikan tersebut. Mereka itu akan Ku terima taubatnya. Dan Aku adalah Tuhan Yang Maha Menerima taubat para hamba yang mau bertaubat lagi Maha Penyayang kepada mereka.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
Allah menjelaskan barangsiapa yang bertobat dan kembali sadar akan kesalahannya serta memperbaiki maka Allah akan menerima taubat mereka.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
160. إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا۟ (kecuali mereka yang telah taubat) Ini adalah pengecualian bagi orang-orang yang bertaubat dari perbuatan mereka menyembunyikan kebenaran, bagi orang-orang yang memperbaiki ketika membuat kerusakan, dan bagi orang yang menjelaskan kepada manusia apa yang dijelaskan Allah dalam kitab-Nya; dan mereka inilah orang-orang yang tidak berhak mendapatkan laknat.
Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
Perhatikanlah lafazh { وَبَيَّنُوا } menjelaskan bahwa salah satu syarat diterimanya taubat adalah dengan menerangkannya atau mengumumkannya, karena sesungguhnya masih banyak diantara ummat manusia yang telah tersesat lalu kemudian ia bertaubat tetapi ia takut untuk mengumumkan taubatnya, maka akhirnya diantara mereka banyak yang tetap pada kesesatannya, dan menjadikan beban yang ia hadapi semakin berat dengan ketidak pastian taubat, padahal mengumumkan tentang kembalinya seseorang kepada kebenaran adalah keberanian dan bukan kelemahan.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
160. Tetapi kecuali orang-orang yang bertaubat dari kebisuan itu, yang mau memperbaiki kerusakan mereka, dan menerangkan apa yang dijelaskan oleh Allah dalam kitab-kitabNya kepada manusia, maka mereka tidak layak untuk dilaknat. Allah menerima taubat mereka. Dialah Dzat yang Maha Menerima Taubat dan Maha Penyayang bagi orang-orang yang bertaubat
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
160. “Kecuali mereka yang telah bertaubat,” maksudnya, mereka kembali dari dosa yang selama ini mereka lakukan dalam keadaan menyesal, merasa bersalah, dan bertekad untuk tidak mengulanginya kembali, “dan mengadakan perbaikan” terhadap apa yang telah rusak dari perbuatan-perbuatan mereka. Maka tidaklah cukup hanya meninggalkan suatu kejelekan hingga adanya perbuatan baik, dan hal itu pun tidaklah cukup bagi orang yang menyembunyikan hingga dia menjelaskan apa yang telah dia sembunyikan dan menampakan kebalikan dari apa yang telah disembunyikan. Seperti inilah orang yang akan diampuni oleh Allah, karena ampunan Allah tidaklah terhalang. Barangsiapa yang melakukan sebab-sebab ampunan, niscaya Allah akan mengampuninya, karena Allah adalah “Maha menerima Taubat” maksudnya, Maha menerima kembali hamba-hambaNya dengan penuh maaf dan kerelaan setelah berdosa apabila mereka bertaubat, dan dengan kebajikan serta kenikmatan setelah terputus Apabila mereka kembali, “lagi maha penyayang,” bersifat kasih sayang yang agung yang meliputi segala sesuatu. Dan diantara kasih sayangNya adalah bahwa Dia memberikan Taufik kepada mereka untuk bertaubat dan berserah diri sehingga merekapun bertaubat dan menyerahkan diri mereka, kemudian Dia merahmati mereka dengan menerima itu semua dengan rasa kasih dan murah hati; inilah hukum orang yang bertaubat dari dosa.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi Makna kata: { أَصۡلَحُواْ } Ashlahuu:
Mereka yang memperbaiki apa yang telah mereka rusak sendiri seperti akidah manusia dan perkara-perkara agama. Dengan menampakkan apa yang disembunyikan dan beriman terhadap apa yang dulu mereka dustakan dan ingkari. Makna ayat: Adapun ayat 160, Allah Ta’ala mengecualikan dari golongan orang-orang yang dijauhkan dari rahmat Allah, yaitu orang yang mau bertaubat dari kalangan orang yang menyembunyikan kebenaran setelah mereka mengetahuinya, begitu juga orang yang mau menjelaskan kebenaran itu dan memperbaiki apa yang telah dirusak. Mereka itulah orang yang diterima taubatnya oleh Allah dan diberikan rahmatNya, dan Dia lah yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang. Pelajaran dari ayat: • Salah satu syarat taubat bagi orang yang berbuat kerusakan dalam kezhalimannya atau kebodohannya adalah menjelaskan apa yang telah dirubah atau diganti, serta menampakkan apa yang disembunyikan, dan mengganti apa yang telah diambil tanpa haknya.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Yakni yang rujuk dari perbuatan mereka selama ini disertai penyesalan, berhenti dan bertekad untuk tidak mengulangi lagi serta beristighfar kepada Allah dari kesalahan-kesalahan itu. Mengadakan perbaikan berarti melakukan perbuatan-perbuatan yang baik untuk menghilangkan akibat-akibat buruk dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan. Dengan memaafkan dosa apabila mereka bertobat dan berbuat ihsan setelah dihalangi. Yang memiliki sifat rahmah (sayang) yang agung, saking luasnya rahmat itu sampai mengena kepada segala sesuatu. Di antara rahmat-Nya adalah memberi taufiq kepada mereka untuk bertobat dan kembali kepada-Nya, lalu Dia merahmati mereka dengan menerima tobatnya.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Allah mengimbau umat islam untuk menyampaikan kebenaran. Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan, yakni kitab-kitab samawi sebelum Al-Qur'an, dengan tidak memaparkannya kepada masyarakat atau menggantinya dengan yang lain, berupa keterangan-keterangan tentang satu kebenaran dan petunjuk, seperti sifat-sifat nabi Muhammad atau hukum syariat tertentu setelah kami jelaskan kepada manusia dalam kitab Al-Qur'an, mereka itulah orang yang dilaknat Allah, dijauhkan dari rahmat-Nya, dan dilaknat pula oleh mereka yang melaknat: para malaikat dan kaum mukmin. Ayat ini berlaku bagi setiap orang yang sengaja menyembunyikan kebenaran dari Allah. Laknat itu akan selalu meliputi mereka, kecuali mereka yang telah bertobat dan menyesali dosa mereka, dan mengadakan perbaikan dengan berbuat saleh, dan menjelaskan-Nya; mereka itulah yang aku terima tobatnya, dan akulah yang maha penerima tobat, maha penyayang. Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir akan mendapat empat macam pembalasan.
Pertama, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya;
Kedua, mereka kekal di dalamnya, di dalam laknat itu, dan karenanya mereka akan masuk neraka untuk selamanya;
Ketiga, mereka tidak akan diringankan azabnya; dan
Keempat, mereka tidak diberi penangguhan sebagaimana pada saat mereka di dunia.
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 161
إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ أُو۟لَٰٓئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ ٱللَّهِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Arab-Latin: Innallażīna kafarụ wa mātụ wa hum kuffārun ulā`ika 'alaihim la'natullāhi wal-malā`ikati wan-nāsi ajma'īn
Terjemah Arti: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari keimanan dan menyembunyikan kebenaran dan mereka terus-menerus diatas sikap itu hingga mati, maka mereka itu akan ditimpakan kepada mereka laknat Allah dengan mengusirnya dari rahmat Nya dan juga ditimpakan atas mereka laknat para malaikat dan seluruh manusia.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
161. Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati dalam kekafiran sebelum bertaubat, mereka itu akan dilaknat oleh Allah dengan mengusir mereka dari rahmat-Nya. Dan mereka juga akan didoakan oleh para Malaikat dan seluruh umat manusia agar diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
161-162. Orang-orang yang mendustakan Allah dan rasul-Nya, dan terus menerus melakukan itu sampai mereka mati, maka balasan bagi mereka adalah dijauhkan dari rahmat Allah dan mendapat laknat dari para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka akan tetap dalam laknat dan kekal di neraka, azab tidak akan dihentikan bagi mereka dan mereka tidak akan dibebaskan.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
161. إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا۟ وَمَاتُوا۟ وَهُمْ كُفَّارٌ (Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir) Ayat ini menjadi dalil dilarangnya seseorang untuk melaknat orang kafir tertentu karena keadaan ia ketika meninggal nanti tidak kita ketahui. Adapun laknat bagi orang tertentu yang melakukan maksiat dilarang tanpa ada perselisihan dalam hukumnya, dengan dalil yang ada di shahihain: didatangkan kepada Rasulullah berkali-kali seorang peminum khamr. Kemudian orang-orang yang hadir berujar: semoga Allah melaknatnya, berapa seringnya dia meminum khamr. Kemudian Rasulullah menimpali mereka: Janganlah kalian menjadi pembantu syaitan atas saudara kalian. Adapun hukum melaknat orang kafir secara umum dibolehkan. Laknat Allah kepada orang-orang kafir sebagai balasan, kemarahan, dan penjelekkan kepada mereka. Bukan merupakan adab keislaman menghadapi seseorang dengan laknat dihadapannya karena itu merupakan hal yang keji. وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ (Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir) Yakni hal ini terjadi di hari kiamat. Adapun di dunia maka laknat mereka ini tidak mendatangi mereka. Wallahu A’lam.
Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
Dan diantara hikmah pencantuman laknat malaikat dan manusia (padahal laknat Allah telah cukup) menjelaskan bahwa siapapun yang mengetahui keberadaan orang-orang kafir dan keadaan mereka yang buruk itu melihat bahwa orang-orang kafir berhak atas laknat dan kebencian dari siapapun, maka tidak siapapun yang akan menjadi syafaat bagi mereka dan tidak pula akan menyayanginya, mereka berhak atas penghinaan dan laknant dari siapapun yang mengetahui, maka barangsiapa yang berhak baginya peringatan dan siksaat dari tuhan yang maha lembut dan penyayang; lalu apa lagi yang ia harapkan dari selain-Nya dari hamba-hamba-Nya ?
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
161. Sesungguhnya orang-orang yang mati dalam kekufuran. Maka bagi mereka itu laknat Allah (ditolak dari rahmatNya) malaikat dan seluruh manusia pada hari kiamat. Sedangkan di dunia, orang yang kafir dan bermaksiat itu tidak dilaknat
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Allah mengabarkan mereka yang menolak keimanan serta mati diatas hal tersebut mereka adalah kafir.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
161. Adapun orang yang kafir dan senantiasa dalam kekufuran nya Hingga ia mati tidak akan kembali kepada rabbnya, tidak menyerahkan diri kepadaNya, serta tidak bertaubat dengan segera, maka “mereka itu mendapat laknat Allah para malaikat dan manusia seluruhnya,” karena ketika kekufuran mereka telah menjadi karakter yang menetap pada diri mereka, maka laknat pun menjadi karakter untuk mereka yang tetap dan tidak akan hilang, karena suatu hukum itu tergantung pada alasannya dari segi ada atau tidak adanya.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna ayat: Ayat 162 dan 163 menjelaskan bahwa kalangan ahli kitab dan selain mereka yang kafir terhadap nabinya dan agamanya serta tidak mau bertaubat, mereka akan mati di atas kekafirannya. Dan bagi mereka laknat Allah dan malaikat serta seluruh manusia. Mereka itulah orang-orang yang terusir dan dijauhkan dari rahmat ilahi yaitu surga, dimana mereka kekal di neraka Jahannam dan tidak ada keringanan adzab untuknya, serta tidak ada penangguhan sehingga bisa menyiapkan berbagai alasan. Pelajaran dari ayat: • Barangsiapa yang kafir dan mati di atas kekafirannya siapapun orangnya, akan dilemparkan ke neraka Jahannam setelah kematiannya, dan dia kekal di sana. Kekal merasakan adzab tanpa ada keringanan dan tidak ada kesempatan menyampaikan alasan, tidak ada juga adzab itu berhenti sebentar sehingga dia bisa beristirahat. • Bolehnya melaknat orang yang berbuat maksiat secara terang-terangan seperti minum khamer, orang yang makan riba, dan laki-laki yang berdandan dan bergaya layaknya perempuan dan sebaliknya.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Di samping kafir, mereka juga menyembunyikan kebenaran. "Manusia" di sini ada yang berpendapat umum, yakni semua manusia dan ada yang berpendapat bahwa yang melaknat adalah kaum mukmin. Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir akan mendapat empat macam pembalasan. Pertama, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya; kedua, mereka kekal di dalamnya, di dalam laknat itu, dan karenanya mereka akan masuk neraka untuk selamanya; ketiga, mereka tidak akan diringankan azabnya; dan keempat, mereka tidak diberi penangguhan sebagaimana pada saat mereka di dunia
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 162
خَٰلِدِينَ فِيهَا ۖ لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ ٱلْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنظَرُونَ
Arab-Latin: Khālidīna fīhā, lā yukhaffafu 'an-humul-'ażābu wa lā hum yunẓarụn
Terjemah Arti: Mereka kekal di dalam laknat itu; tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Mereka selamanya ada di dalam laknat dan neraka dan tidak diringankan siksaan dari mereka, dan mereka pun tidak mendapatkan penundaan untuk mengemukakan alasan mereka. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 162. Kutukan itu akan terus melekat pada diri mereka. Siksa mereka tidak akan diringankan walaupun satu hari saja. Dan mereka tidak akan diberi tenggang waktu di hari kiamat.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
162. خٰلِدِينَ فِيهَا ۖ (Mereka kekal di dalam laknat itu) Yakni didalam neraka. Pendapat lain mengatakan: yakni kekal dalam laknat tersebut. وَلَا هُمْ يُنظَرُونَ (tidak (pula) mereka diberi tangguh) Yakni tidak ditangguhkan dan diakhirkan.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
162. Mereka itu abadi (tinggal selama-lamanya) di neraka atau dalam laknat, dan tidak diperhatikan. Tiada harapan (bagi mereka) untuk diringankan azabnya An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi Allah menjelaskan bahwasannya kekal di neraka jahanam yang tidak di ringankan azabnya.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 162.
“Mereka kekal di dalamnya,” yakni dalam melaksanakan atau dalam siksaan itu, dan kedua hal itu saling berkaitan erat, “tidak akan diringankan siksa dari mereka,” bahkan siksa mereka akan selalu ada dan pedih, serta berkesinambungan, “dan tidak pula mereka ditangguhkan,” maksudnya, tidak akan penuh ditunda, karena waktu penundaan yaitu dunia telah berlalu, dan tidak akan ada lagi yang tersisa bagi mereka suatu alasan pun.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata: { وَلَا هُمۡ يُنظَرُونَ } Wa laa hum yundzaarun : Mereka tidak diberi kesempatan untuk menyampaikan ‘udzurnya (alasan). Sebagaimana firman Allah Ta’ala : “Dan tidak diizinkan kepada mereka minta uzur sehingga mereka dapat minta uzur.” (QS al-Mursalat) Makna ayat: Mereka itulah orang-orang yang terusir dan dijauhkan dari rahmat ilahi yaitu surga, dimana mereka kekal di neraka Jahannam dan tidak ada keringanan adzab untuknya, serta tidak ada penangguhan sehingga bisa menyiapkan berbagai alasan.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Yakni di dalam laknat dan azab. Meskipun hanya sebentar atau hanya sekejap mata. Karena waktu penangguhan yaitu di dunia sudah mereka lewati tanpa bertobat, dan apabila sudah tiba ajal seseorang, maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidak akan memberi tangguh lagi (lihat surat Al Munafiqun: 11).
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir akan mendapat empat macam pembalasan. Pertama, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya; kedua, mereka kekal di dalamnya, di dalam laknat itu, dan karenanya mereka akan masuk neraka untuk selamanya; ketiga, mereka tidak akan diringankan azabnya; dan keempat, mereka tidak diberi penangguhan sebagaimana pada saat mereka di dunia. Dan tuhan kamu adalah tuhan yang maha esa, tidak berbilang; tidak ada tuhan yang disembah dengan hak selain dia, yang maha pengasih, maha penyayang.
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 163
وَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحْمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ
Arab-Latin: Wa ilāhukum ilāhuw wāḥid, lā ilāha illā huwar-raḥmānur-raḥīm
Terjemah Arti: Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Dan Tuhan sesembahan kalian itu -wahai sekalian manusia- adalah Tuhan sesembahan yang satu (esa) dalam dzat Nya, nama-nama Nya, dan sifat-sifat Nya,dan perbuatan-perbuatan Nya dan penghambaan makhluk kepada Nya, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Dia, yang maha pengasih yang bersifat rahmat dalam dzat Nya, dan perbuatan-perbuatan Nya kepada seluruh makhluk, juga Maha Penyayang kepada kaum Mukminin.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
163. Rabb yang berhak kamu sembah -wahai manusia- ialah Rabb Yang Maha Esa, yang Esa dalam Żat dan sifat-sifat-Nya. Tidak ada Rabb lain yang berhak disembah selain Dia. Dia adalah Tuhan Yang Maha Pengasih dengan seluas-luasnya dan Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. Karena Dia telah memberikan nikmat tak terhingga kepada mereka.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
163. Hai Manusia, Tuhanmu adalah Allah, Dia satu-satunya yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; Esa dalam Dzat, nama-nama, dan sifat-sifat-Nya; peribadatan makhluk-Nya hanya bagi-Nya. Dia Maha Luas rahmat-Nya bagi hamba-hamba-Nya di dunia, dan bagi orang-orang beriman di dunia dan di akhirat.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
163. وَإِلٰهُكُمْ إِلٰهٌ وٰحِدٌ ۖ (Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa) Dalam ayat ini terdapat isyarat bahwa hal pertama yang wajib dijelaskan dan haram untuk menymbunyikannya adalah urusan tauhid
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
163. Tuhan yang haq disembah adalah Tuhan yang tiada memiliki sekutu, dan yang menyerupaiNya dalam dzat, sifat, dan tindakanNya. Dialah sumber rahmat yang abadi dan Maha Pengasih bagi hamba-hambaNya dengan memberi nikmat yang terus-menerus.
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Ketahuilah wahai manusia bahwasannya tuhan kalian adalah satu. Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 163. Allah mengabarkan dan Dia adalah Yang Maha benar perkataanNya bahwa Dia “sesembahan yang Maha Esa,” maksudnya, hanya satu dan sendiri pada dzatNya, nama-namaNya, sifat-sifatNya, dan perbuatan-perbuatanNya, tidak ada sekutu bagiNya pada dzatNya, tidak ada yang menyamaiNya, tidak ada bandinganNya, dan yang serupa denganNya, tidak ada yang sesuai denganNya, tidak ada pencipta, tidak ada pengatur selain diriNya. Oleh karena itu, apabila kondisinya demikian, maka Dialah yang berhak dituhankan dan disembah dengan segala bentuk peribadahan, dan tidak satu makhluk pun yang dapat disekutukan denganNya, karena sesungguhnya Dia, “Maha Pengasih lagi Maha Penyayang” bersifat Rahmat yang agung yang tidak bisa disamakan dengan rahmat seorangpun, yang meliputi segala sesuatu dan menyebar kepada setiap yang hidup. Karena rahmatNyalah sehingga para makhluk tercipta, dengan rahmatNyalah mereka memperoleh berbagai bentuk pelengkap, dengan rahmatNyalah tercabut dari nya segala kesulitan, dengan rahmatNyalah Dia memperkenalkan diri kepada hambaNya dengan sifat-sifat dan karunia-karuniaNya, Dia menjelaskan kepada mereka segala yang mereka butuhkan dari kemaslahatan agama dan dunia mereka dengan mengutus para Rasul dan menurunkan kitab-kitab. Apabila diketahui bahwa nikmat yang diperoleh seorang hamba hanyalah dari Allah dan bahwa seseorang dari makhluk tidaklah mampu memberikan manfaat kepada orang lain, maka dari situ diketahui bahwa hanya Allah yang berhak atas segala bentuk ibadah, dan hanya Dialah yang berhak mendapatkan kecintaan, rasa takut, harap, pengagungan dan tawakal, serta lain-lainnya dari berbagai bentuk ketaatan. Kezhaliman yang paling zhalim dan keburukan yang paling buruk adalah dimana beribadah kepadaNya diubah menjadi beribadah kepada hamba, dan dengan para makhluk yang berasal dari tanah disekutukan dengan Tuhannya segala Tuhan, atau seorang hamba menyembah makhluk yang diatur lagi lemah dari segala sisi dengan Sang Pencipta lagi maha mengatur dan mampu lagi kuat, yang menguasai segala sesuatu, dan segala sesuatu tunduk kepadaNya.
Ayat ini menunjukkan penetapan akan keesaan dan ketuhanan sang pencipta, dan penegasannya dengan cara meniadakan hal itu dari selain diriNya dari para makhluk, serta penjelasan tentang dasar dalil terhadap hal itu, yaitu penetapan tentang rahmatNya yang salah satu pengaruhnya adalah adanya ke segala kenikmatan dan penolakan segala kesulitan. Ini adalah dalil global tentang keesaan Allah.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata: { الإله } Al-Ilah: Dzat yang disembah, baik secara benar (haq) maupun secara bathil. Allah ﷻ adalah Sesembahan (ilah) yang berhak diibadahi dengan benar. { وَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ } Wa ilahukum ilahun wahid: Esa dalam Dzat dan sifat Nya, Esa dalam rububiyahNya sehingga tidak ada Dzat yang menciptakan, memberikan rizki, mengatur alam semesta dan kehidupan kecuali Dia. Allah Esa dalam uluhiyah Nya yaitu dalam peribadahan, tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia.
Makna ayat: Ketika Allah Ta’ala memberikan kewajiban kepada para ulama untuk menyampaikan ilmu dan petunjuk dan melarang mereka untuk menyembunyikannya, Allah mengabarkan bahwa Dia lah satu-satunya sesembahan (ilah) yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Inilah kewajiban yang harus dijelaskan oleh para ulama pertama kali kepada manusia. Yaitu agar mereka mentauhidkan Nya dalam hal rububiyah Nya dan peribadahan kepada Nya, serta dalam nama-nama dan sifat-sifat Nya. Pelajaran dari ayat: • Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, maka tidak sah ibadah yang ditujukan kepada selain Allah, karena Dia lah ilah yang benar.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Ada yang mengatakan bahwa ayat ini turun ketika kaum kafir mengatakan, "Beritahukanlah kepada kami sifat Tuhanmu!", maka turunlah ayat di atas. Setelah turun ayat di atas, mereka meminta lagi bukti, maka turunlah ayat setelahnya (yaitu ayat 164). Wallahu a'lam.
Yakni Dia Mahaesa baik pada zat-Nya, nama-Nya, sifat-Nya dan perbuatan-Nya. Tidak ada yang sebanding atau sama dengan-Nya dan tidak ada pencipta dan pengatur selain-Nya. Oleh karena itu, Dialah yang berhak diibadahi dan ditujukan berbagai bentuk ibadah serta tidak boleh disekutukan dengan sesuatu apa pun. Yang memiliki sifat rahmah (kasih-sayang) yang besar, mengena kepada segala sesuatu. Denagn rahmat-Nya, makhluk-makhluk terwujud, dengan rahmat-Nya tercapai berbagai kesempurnaan, dengan rahmat-Nya terhindar bencana, dengan rahmat-Nya Dia memperkenalkan Diri-Nya kepada hamba-hamba-Nya baik dengan sifat maupun nikmat-Nya dan dengan rahmat-Nya Dia menerangkan kepada makhluk segala yang mereka butuhkan yang memberi maslahat bagi agama dan dunia mereka, yaitu dengan mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Demikian juga Dia rahiim (sayang) kepada kaum mukmin. Apabila seorang hamba mengetahui bahwa nikmat yang ia peroleh berasal dari Allah, dan bahwa seorang makhluk pada hakikatnya tidak memberikan manfaat kepada yang lain, tentu dia akan mengetahui bahwa hanya Allah-lah yang berhak disembah serta ditujukan berbagai bentuk ibadah dan merupakan kezaliman yang paling besar adalah jika sampai beribadah kepada makhluk.
Di dalam ayat ini terdapat penetapan keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan keberhakan-Nya untuk diibadahi, juga menerangkan bukti utamanya yaitu sifat rahmat-Nya, di mana atsar/pengaruh dari sifat itu terwujud berbagai jenis kenikmatan dan terhindar berbagai malapetaka. Sifat rahmat-Nya merupakan dalil secara ijmal (garis besar) yang menunjukkan keesaan-Nya. Kemudian di ayat selanjutnya disebutkan dalil tentang keesaan-Nya secara rinci.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Dan tuhan kamu adalah tuhan yang maha esa, tidak berbilang; tidak ada tuhan yang disembah dengan hak selain dia, yang maha pengasih, maha penyayang ketahuilah, sesungguhnya pada penciptaan langit dengan ketinggian dan keluasannya serta benda-benda angkasa di lingkupnya; dan bumi yang terhampar luas; pergantian malam dan siang dengan perubahan panjang-pendeknya dan kemanfaatan masing-masing; kapal dan perahu yang berlayar di laut dengan membawa muatan berupa manusia dan aneka ragam barang yang bermanfaat bagi manusia; apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi dengan berbagai macam tumbuhan setelah tanaman tersebut mati atau kering; apa yang dia tebarkan di dalam dan di permukaan-Nya berupa bermacam-macam binatang; dan perkisaran angin, baik yang semilir maupun yang kencang; dan awan yang menggumpal dan dikendalikan untuk bergelantungan antara langit dan bumi; semua itu sungguh merupakan tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mengerti, menggunakan akalnya untuk mengambil pelajaran.
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 164
إِنَّ فِى خَلْقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱخْتِلَٰفِ ٱلَّيْلِ وَٱلنَّهَارِ وَٱلْفُلْكِ ٱلَّتِى تَجْرِى فِى ٱلْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ ٱلنَّاسَ وَمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ ٱلْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ وَٱلسَّحَابِ ٱلْمُسَخَّرِ بَيْنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Arab-Latin: Inna fī khalqis-samāwāti wal-arḍi wakhtilāfil-laili wan-nahāri wal-fulkillatī tajrī fil-baḥri bimā yanfa'un-nāsa wa mā anzalallāhu minas-samā`i mim mā`in fa aḥyā bihil-arḍa ba'da mautihā wa baṡṡa fīhā ming kulli dābbatiw wa taṣrīfir-riyāḥi was-saḥābil-musakhkhari bainas-samā`i wal-arḍi la`āyātil liqaumiy ya'qilụn
Terjemah Arti: Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dengan ketinggian dan luasnya ini dan bumi dengan gunung-gunung, dataran dan laut-lautnya, dan di dalam pergantian malam dan siang dari lebih lama menjadi lebih pendek, dan antara gelap dan cahaya dan pergantian keduanya secara beriringan, dan Jalan kapal-kapal yang berlayar di laut-laut yang memuat segala yang bermanfaat bagi manusia, dan air hujan yang diturunkan Allah dari langit, Lalu Dia menghidupkan tanah dengan air itu, maka tumbuhlah pohon-pohon hijau setelah sebelumnya kering tidak ada tanaman. dan apa-apa yang telah Allahu sebar di dalamnya berupa setiap jenis binatang yang berjalan dimuka bumi, dan apa yang Allah limpahkan berupa perputaran angin dan penentuan arahnya, dan awan yang dibergerak antara langit dan bumi. Sesungguhnya pada semua bukti-bukti petunjuk tersebut benar-benar terdapat tanda-tanda atas ketauhidan Allah dan besarnya nikmat Nya bagi kaum yang mau memahami sumber-sumber hujjah, dan memahami dalil-dalil dari Allah ta'ala yang menunjukkan sifat keesaan Nya dan keberhakkan Nya untuk diibadahi.
Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram)
164. Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi beserta makhluk-makhluk yang menakjubkan di dalamnya, pada pergantian malam dan siang, pada bahtera yang berlayar di laut sambil membawa barang-barang yang berguna bagi manusia, seperti makanan, pakaian, dagangan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya, pada air hujan yang Allah turunkan dari langit kemudian Dia gunakan untuk menghidupkan bumi dengan cara menumbuhkan tanaman dan rumput di atasnya, pada makhluk-makhluk hidup yang Allah tebarkan di muka bumi, pada pengalihan angin dari satu arah ke arah yang lain, dan pada awan yang digantung di antara langit dan bumi, sesungguhnya pada semua fenomena itu terdapat tanda-tanda yang jelas menunjukkan keesaan Allah -Subḥānahu- bagi orang-orang yang bisa memikirkan bukti-bukti dan memahami dalil-dalil dan tanda-tanda.
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah / Markaz Ta'dzhim al-Qur'an di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Imad Zuhair Hafidz, professor fakultas al-Qur'an Universitas Islam Madinah
164. Penciptaan tujuh langit yang luas; tujuh bumi beserta lautan, daratan, dan lapisan-lapisannya; perbedaan siang dnan malam beserta pergantian keduanya; kapal-kapal yang berlayar di lautan untuk digunakan manusia bepergian dan berdagang; hujan yang Allah turunkan untuk menghidupkan bumi sehingga menjadi hijau setelah kekeringan; kemudian Allah menyebarkan berbagai jenis hewan, menghembuskan angin yang menjalankan awan yang ada di antara langit dan bumi; sungguh pada yang demikian itu merupakan bukti-bukti yang jelas atas kebesaran dan keesaan Sang Pencipta bagi orang-orang yang berfikir dan memahami bukti dan hak Allah untuk diesakan dalam peribadatan. Ibnu 'Asyur berpendapat: kata 'daabbah' bermakna: segala yang berjalan di atas bumi, sebab lafadz 'kull' menunjukkan bahwa yang dimaksudkan adalah segala jenis makhluk yang berjalan di atas bumi, bukan khusus hewan-hewan berkaki empat.
Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
164. وَاخْتِلٰفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ (silih bergantinya malam dan siang) Yakni pergantian siang dan malam dan perbedaan keduanya dalam hal cahaya, kegelapan, panas, dan dingin; adapun sebab dan efek dari hal-hal ini merupakan hikmah-hikmah yang dalam dan terdapat maslahat bagi makhluk-Nya. وَتَصْرِيفِ الرِّيٰحِ (dan pengisaran angin) Yakni mengirim angin yang membantu penyerbukan dan yang tidak, yang sebagai penolong dan yang sebagai pembinasa, yang panas dan yang dingin, yang lembut dan yang kencang. Pendapat lain mengatakan: yakni mengirimnya ke timur dan selatan, dan dua angin yang bertemu. وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ (angin dan awan yang dikendalikan) Yakni yang ditundukkan. Pendapat lain mengatakan: penundukannya adalah tetapnya ia diantara langit dan bumi tanpa tiang dan tanpa digantung. لَايٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan) Yakni semua orang yang berakal mengetahui bahwa segala yang ada ini tidak mungkin dilakukan sepenuhnya atau sebagiannya oleh sembahan-sembahan orang-orang kafir yang meliputi penciptaan langit dan bumi, pergantian siang dan malam, pergerakan kapal di lautan, hujan yang turun dari langit, bumi yang kembali hidup dengan hujan, persebaran hewan-hewan, dan pergerakan angin, maka barang siapa yang melihat hal ini dengan cermat dan menjalankan pikirannya niscaya akan mendapat kepastian bahwa yang melakukan itu adalah Allah Ta’ala.
Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fiqih dan tafsir negeri Suriah
164. Sesungguhnya dalam penciptaan langit, bumi dan sesuatu di antara keduanya berupa makhluk-makhluk yang menakjubkan, perbedaan siang dan malam dengan adanya penerangan dan kegelapan, panas dan dingin, panjang dan pendek, pergantian antara keduanya, perahu yang berlayar di bumi agar bisa dimanfaatkan manusia untuk dinaiki, membawa barang, dan lain-lain, hujan dan hawa dingin yang diturunkan oleh Allah melalui awan yang kemudian Dia menghidupkan bumi dengan tanam-tanaman setelah mengalami kegersangan, berbagai jenis hewan yang tersebar di penjuru bumi, pergerakan angin ke seluruh penjuru arah, dan awan yang tunduk kepada perinta Allah. Sesungguhnya dalam semua itu terdapat dalil-dalil atas keberadaan dan keesaan Allah SWT bagi kaum yang mau berpikir. ‘Atha’ berkata: “Telah turun kepada Nabi SAW di Madinah ayat {Ilaahukum Ilaahun waahid ..} lalu orang-orang kafir Quraisy di Mekah berkata: “Bagaimana Tuhan yang Esa itu meliputi seluruh manusia?” Lalu Allah menurunkan ayat {Inna fii khalqissamawati wal ardhi}."
An-Nafahat Al-Makkiyah / Syaikh Muhammad bin Shalih asy-Syawi
Allah mengabarkan bahwasannya didalam penciptaan langit dengan meninggikannya dan meluaskannya, didalam penciptaan bumi dan apa yang didalamnya dari gunung dan lautan sebagai bukti agungnya kuasa Allah dan keesaannya.
Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H 164.
Allah mengabarkan bahwa pada makhluk-makhluk yang besar tersebut ada tanda-tanda, yaitu dalil-dalil bagi keesaan Allah, sang pencipta, ketuhananNya, keagungan kekuasaanNya, kasih sayangNya, dan seluruh sifat-sifatNya, akan tetapi hal itu “bagi kaum yang mengerti,” maksudnya, bagi mereka yang memiliki akal sehat yang mereka pakai sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu sebesar Apakah dari yang dikaruniakan oleh Allah terhadap hambaNya dari akal tersebut, sebesar itu pula dia mengambil manfaat dari ayat-ayat itu dengan akal, pemikiran, dan perenungannya, maka dalam “penciptaan langit,” bagaimana ia ditinggikan, diluaskan, dikokohkan, dan dimantapkan serta apa yang diciptakan oleh Allah padanya seperti matahari, bulan, dan bintang-bintang, serta pengaturannya demi kemaslahatan hamba-hambaNya. Dan dalam penciptaan “bumi,” sebagai tempat istirahat bagi makhluk, yang bisa ditempati sebagai tempat tinggal mereka, dan mengambil manfaat dari segala yang ada padanya, serta menjadi pelajaran, yang semua itu menunjukkan pada keesaan Allah dalam penciptaan dan pengaturan, juga penjelasan akan keagungan kekuasaan Allah yang dengannya Dia menciptakan bumi tersebut, juga hikmahNya yang dengannya Dia mengokohkan, memperindah dan merapikannya, ilmu dan rahmatNya yang dengannya Dia menyimpan berbagai macam manfaat bagi makhluk, kemaslahatan, keperluan, dan kebutuhan kebutuhan mereka.
Dan dalam hal tersebut maka ayat itu adalah ayat yang paling kuat dalam menunjukkan kesempurnaan Allah dan hakNya untuk diesakan dalam hal ibadah, karena keesaan-Nya dalam mencipta, mengatur, dan mengurus hamba-hambaNya Dan dalam “silih bergantinya malam dan siang,” maksudnya, saling susul-menyusul secara kontinu, apabila salah satunya berlalu, maka yang lain akan menggantikannya, dan pada keadaan silih berganti diantara keduanya dalam hal panas, dingin, dan normal, panjang, pendek, dan pertengahan, serta apapun yang diakibatkan oleh nya seperti musim-musim yang menjadi bagian dalam keteraturan kemaslahatan anak cucu Adam, hewan-hewan dan seluruh yang berada di atas muka bumi ini dari pepohonan dan tumbuh-tumbuhan, semua itu dengan teratur, tersusun, dan terlaksana dengan rapi yang dikagumi oleh akal manusia, yang tidak mampu dijangkau oleh orang-orang yang perkasa; semua itu menunjukkan kuasa pengaturnya, ilmuNya, hikmahNya, rahmatNya yang luas, kelembutanNya yang sempurna, pengaturan dan penertibanNya yang dilakukanNya sendiri, keagunganNya dan keagungan kerajaanNya serta kekuasaanNya itu semua mengharuskan agar Dia diesakan, disembah, dicintai, diagungkan, di takuti, diharap, serta segala usaha dikerahkan untuk mendapatkan kecintaan dan keridhaanNya. Dan dalam “bahtera yang berlayar di laut,” maksudnya perahu dan kapal atau semacamnya dari benda-benda yang diberikan petunjuk oleh Allah kepada manusia dalam menciptakannya, Dia menciptakan buat mereka sarana-sarana bagian dalam maupun bagian luar yang mampu mereka lakukan, kemudian Dia menyiapkan untuk mereka lautan yang luas, angin yang membawa kapal mereka dan segala yang ada di dalamnya seperti para penumpang, harta benda, dan barang-barang yang merupakan manfaat bagi manusia, dan dengan suatu hal yang tegak di atasnya kemaslahatan mereka dan teraturnya kehidupan mereka. Maka siapakah yang mengilhami mereka untuk membuat kapal, dan membuat mereka mampu menciptakan nya? Siapa yang menciptakan untuk mereka alat-alat tersebut yang merupakan sarana mereka dalam membuat kapal? atau siapakah yang menunjukkan lautan itu hingga kapal mereka berlayar di atasnya dengan izinNya dan penyiapan laut serta angin? atau Siapakah yang menciptakan bagi kendaraan laut maupun darat bahan bakar dan pertambangan yang diperuntukkan membawanya dan membawa segala isi dari harta benda? apakah perkara-perkara itu semua terjadi dengan suatu kesepakatan? ataukah dikerjakan sendiri oleh makhluk yang lemah lagi tak berdaya ini, yang keluar dari perut ibunya dengan tidak berilmu dan tidak pula kuasa atas apapun, kemudian robbnya menciptakan untuknya kekuatan dan ilmu sesuai dengan kehendakNya? ataukah yang melakukan itu adalah Tuhan yang satu, yang maha bijaksana lagi maha mengetahui, yang tidak lemah atas segala sesuatu dan tidak terhalang bagiNya sesuatu pun, akan tetapi segala sesuatu itu tunduk di bawah kerububiyahan diriNya, pasrah dalam keagunganNya, dan patuh terhadap kekuasaanNya?
Peran paling tinggi seorang hamba yang lemah adalah bahwa Allah menjadikan dirinya sebagai suatu bagian dari bagian-bagian penyebab yang dengannya terwujudlah perkara-perkara yang besar tersebut. Ini semua menunjukkan rahmat Allah dan perhatianNya kepada makhlukNya. Yang demikian itu mengharuskan agar kecintaan, takut, harap, segala macam ketaatan, ketundukan, dan pengagungan hanya Allah untukNya semata. “Dan apa yang diturunkan oleh Allah dari langit berupa air,” yaitu hujan yang turun dari awan, “lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)nya,” lalu terlihatlah berbagai macam makanan pokok, berbagai bentuk tumbuh-tumbuhan yang menjadi kebutuhan dasar makhluk, dimana mereka tidak akan dapat hidup tanpanya. Bukankah hal itu adalah dalil atas kuasa dzat yang menurunkannya, yang mengeluarkan dengannya segala yang tumbuh dan dalil atas rahmatNya, kelembutanNya terhadap hamba-hambaNya, perhatianNya terhadap kemaslahatan mereka, serta besarnya kebutuhan dan keperluan mereka kepadaNya dari segala aspek? Bukankah konsekuensi dari itu semua adalah wajibnya Dia menjadi dzat yang mereka sembah dan menjadi robb mereka? Tidakkah itu adalah sebuah dalil tentang (kekuasaan Allah dalam) menghidupkan yang sudah meninggal dan membalas semua amal-amal mereka? “Dan dia sebarkan bumi itu,” maksudnya, di muka bumi “segala jenis hewan,” maksudnya, Dia sebarkan pada segala penjuru bumi, bermacam-macam hewan yang menjadi dalil atas kekuatan besar, keagungan, keesaan, dan kekuasaanNya yang agung, dan Dia menundukkannya untuk manusia agar mereka manfaatkan dalam segala bentuk pemanfaatan.
Dan diantaranya adalah apa yang mereka makan dagingnya, mereka minum air susunya, memakai sebagai kendaraan, menjadikannya sebagai penolong dalam kemaslahatan dan penjagaan mereka, atau sebagai pelajaran. Dan Allah menyebarkan padanya hewan-hewan dan bertanggung jawab atas rizki mereka dan menjamin makanan mereka, karena tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat ditambatkannya. Dan dalam “pengisaran angin,” baik yang dingin, panas, selatan, utara, timur, barat dan diantara itu semua, terkadang mengiring awan, dan terkadang pula mengumpulkannya, terkadang Membawa penyemai tanaman dan terkadang mencurahkannya, terkadang memisahkannya, menghilangkan bahayanya, terkadang menjadi rahmat dan terkadang pula menjadi azab. Maka siapakah yang mengatur semua kejadian-kejadian seperti itu dan yang menyimpan padanya manfaat bagi hamba yang sangat mereka butuhkan? Dia kemudian menundukkan nya agar seluruh makhluk dapat hidup di dalamnya, maka berkembanglah manusia, hewan, pepohonan, biji-bijian, dan tumbuh-tumbuhan, tidak ada yang melakukan semua itu melainkan Allah, Dzat yang maha perkasa, Maha bijaksana lagi maha penyayang dan lemah lembut terhadap hamba-hambaNya, yang berhak dihadapkan kepadaNya segala ketundukan, ketaatan, kecintaan, kepasrahan, dan ibadah.
Dan dalam menundukkan awan antara langit dan bumi dengan segala kelembutan dan keringanannya tetapi mampu membawa air banyak yang digiring oleh Allah ke tempat yang dikehendakiNya, hingga hiduplah dengannya suatu negeri dan manusia, menyirami pegunungan dan dataran dataran rendah, menurunkan bagi manusia pada saat mereka membutuhkannya, lalu apabila dengan banyaknya yang turun akan membahayakan mereka, pastilah akan Dia tahan untuk mereka, kemudian menurunkannya sebagai rahmat dan kasih sayang, Dia mengaturnya sebagai perlindungan dan penjagaan, juga menunjukkan betapa Agung kekuasaan Allah itu, betapa melimpah kebaikanNya, dan begitu lembutnya karuniaNya. Bukankah sesuatu yang tercela bila hamba menikmati rezekiNya, hidup dengan kebaikanNya, sedang mereka menggunakan semua itu dalam rangka bermaksiat kepada-Nya dan dalam kemurkaanNya?
Bukankah itu adalah dalil atas kemurahan, kesabaran, maaf, pengampunan, dan keagungan kasih sayangNya? segala puji hanya milik Nya, yang pertama dan yang terakhir, lahir mau pun batin.
Kesimpulannya, bahwa setiap kali seseorang yang berakal merenungkan makhluk-makhluk itu, pikirannya berkonsentrasi pada indahnya penciptaan, lalu semakin jauh ia merenungkan hasil hasil ciptaan itu dan segala yang dikandungnya dari kebaikan dan hikmah yang dalam, niscaya ia akan mengetahui bahwa mereka itu diciptakan untuk sesuatu yang benar, dan bahwasanya semua itu adalah lembaran-lembaran ayat, kitab-kitab, dan dalil-dalil atas apa yang dikabarkan oleh Allah tentang diriNya dan keesaanNya, dan apa yang dikabarkan oleh para rasul tentang hari kiamat, dan bahwasanya semua itu adalah hal-hal yang ditundukkan, yang tidak sulit bagi dzat yang mengatur dan mengelolanya. Maka dapat engkau ketahui bahwa alam atas maupun alam bawah, semuanya membutuhkanNya dan bergantung kepadaNya, dan bahwa Dia adalah Dzat Yang Maha kaya secara pribadi dari seluruh makhluk. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan tiada rabb selainNya.
Aisarut Tafasir / Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, mudarris tafsir di Masjid Nabawi
Makna kata: { وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ } Ikhtilafillaili wan nahâr: Dengan perputaran antara keduanya, timbul dan tenggelam untuk kemanfaatan bagi hamba-hamba sehingga siang tidak selalu ada begitu juga malam tidak selalu ada. { وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٖ } Wa batssa fîhâ min kulli dâbbatin: Dia bedakan dan sebarkan berbagai jenis hewan di muka bumi. { وَتَصۡرِيفِ ٱلرِّيَٰحِ } Tashrifirriyâh: Dengan perbedaan arah bertiupnya, terkadang ke arah depan atau belakang, terkadang ke selatan, barat, atau membantu pernyerbukan tanaman dan terkadang tidak. Makna ayat: Ketika sebagian kaum musyrikin mendengar penetapan hakikat ini “Dan Ilah kamu adalah Ilah ynag Maha Esa” mereka mengatakan,”Apakah ada dalil yang menunjukkan bahwa Tidak ada ilah yang disembah selain Allah” maka Allah menurunkan ayat,”Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang” sampai firman Nya,”bagi kaum yang memikirkan.” Mengandung penyebutan 6 ayat kauniyah setiap ayat merupakan bukti yang menunjukkan keberadaan Allah dan kekuasaan Nya serta ilmu, hikmah dan rahmat Nya. Itu semua menjadikan manusia harus beribadah kepada Nya saja tanpa selain Nya.
Pertama: Penciptaan langit dan bumi merupakan penciptaan yang agung, hanya bisa dilakukan oleh Dzat yang Maha Mampu melakukan segala sesuatu.
Kedua: Pergantian siang dan malam serta waktunya, yang ini panjang dan yang itu lebih pendek.
Ketiga: Melajunya kapal-kapal di lautan dengan bentuk yang begitu besar, membawa beratus-ratus ton barang dan hal yang bermanfaat bagi manusia dalam kehidupannya.
Keempat: Turunnya hujan dari langit yang bermanfaat bagi kehidupan bumi dengan tumbuh-tumbuhan dan tanaman-tanamannya setelah sebelumnya mati. Kelima: Berhembusnya angin baik berupa angin panas atau dingin, membantu pernyerbukan tanaman dan terkadang tidak, bertiup ke timur dan barat, ke selatan dan utara sesuai dengan kebutuhan manusia dan yang diminta dalam hidupnya. Keenam: Awan yang berada di antara langit dan bumi, keberadaannya dan wujudnya di suatu daerah ke daerah lain, agar dapat menurunkan hujan di sini dan tidak turun hujan di daerah lain sesuai kehendak Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Pada ayat-ayat ini terdapat enam petunjuk yang besar dan dalil yang kuat terhadap wujud Allah Ta’ala, ilmu dan kekuasaan Nya serta hikmah dan rahmat Nya. Allah Rabb semesta alam, ilah bagi orang-orang yang pertama dan datang kemudian tidak ada Rabb dan Ilah selain Nya. Akan tetapi yang dapat melihat dalil-dalil tersebut dan condong kepada ayat-ayat Allah adalah orang-orang yang berakal, sedangkan orang yang tidak berakal karena tidak menggunakan akalnya sebagaimana mestinya, sehingga tidak memnggunakannya untuk berpikir, memahami dan mengerti namun malah mengedepankan hawa nafsunya maka ialah orang yang buta tidak melihat sesuatu dan tuli tidak bisa mendengar sesuatu, serta pandir yang tidak berakal, hanya kepada Allah kita memohon perlindungan. Pelajaran dari ayat: • Ayat-ayat kauniyah di langit dan bumi menetapkan tentang wujud Allah TA’ala sebagai Rabb dan Ilah yang memiliki sifat sempurna dan suci dari kekurangan. • Ayat-ayat tanzilah qur’aniyah (ayat al-Qur’an) menetapkan tentang wujud Allah Ta’ala sebagai Rabb dan Ilah serta menetapkan kenabian Muhammad ﷺ dan kerasulannya. • Hanya orang-orang yang menggunakan akalnya yang dapat menangkap pesan dari ayat-ayat Al-Qur’an maupun ayat-ayat kauniyah.
Hidayatul Insan bi Tafsiril Qur'an / Ustadz Marwan Hadidi bin Musa, M.Pd.I
Seperti tinggi dan luasnya langit serta nampak hal-hal yang menakjubkan di sana, ada matahari, bulan, bintang dan diaturnya sedemikian rupa untuk maslahat manusia. Seperti pada gunung-gunungnya, dataran, lautan dan lain-lain. Di sana terdapat dalil tentang keesaan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dalam mencipta dan mengatur, demikian juga menunjukkan kemahakuasaan Allah, hikmah (kebijaksanaan)-Nya, di mana dengan hikmah tersebut semuanya tersusun rapi dan indah. Menunjukkan pula pengetahuan dan rahmat-Nya yang luas di mana Dia telah menyiapkan di bumi itu segala yang dibutuhkan makhluk yang tinggal di sana. Hal ini menunjukkan juga kesempurnaan Allah Azza wa Jalla dan keberhakan-Nya untuk diibadahi. Termasuk adanya panas, dingin dan keadaan sedang antara panas dan dingin, adanya cahaya dan adanya kegelapan, dan lain-lain, di mana dengan adanya pergantian itu ada maslahat yang banyak bagi manusia, hewan dan makhluk yang tinggal di bumi lainnya, termasuk pepohonan. Semua itu berjalan dengan teratur, rapi dan mengagumkan. Di sana terdapat dalil kemahakuasaan Allah, ilmu-Nya yang meliputi, hikmah-Nya yang dalam, rahmat yang luas, menunjukkan kebesaran-Nya dan kebesaran kerajaan dan kekuasaan-Nya. Ini semua menghendaki agar kita hanya beribadah kepada-Nya saja, mencintai-Nya dan mengagungkan-Nya serta mengarahkan rasa takut dan harap kepada-Nya juga berusaha menggapai kecintaan dan keridhaan-Nya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga menundukkan laut dan angin untuk kapal tersebut, bahkan Dia pula yang memberi ilham kepada manusia cara membuat kapal sehingga dengan kapal itu manusia dapat dengan mudah memindahkan barang ke tempat yang jauh. Tanpa pertolongan Allah, tentu manusia tidak akan mampu, bagaimana mungkin akan mampu, padahal dia lahir dari perut ibunya dengan tidak mengenal apa-apa, lalu Allah memberikan kemampuan kepadanya dan mengajarkan apa yang dikehendaki-Nya.
Hal ini merupakan bukti kasih sayang Allah dan perhatian-Nya kepada makhluk, di mana semua itu menghendaki agar kita mencintai-Nya, mengarahkan rasa takut dan harap kepada-Nya, mengarahkan kepada-Nya semua keta'atan, sikap tunduk dan pengagungan. Dari hujan yang diturunkan-Nya tumbuh berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang dibutuhkan manusia. Hal ini pun sama, menunjukkan kekuasaan Allah, rahmat dan kelembutan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, Dia mengurus semua kebutuhan makhluk-Nya dan menunjukkan butuhnya makhluk kepada-Nya dari berbagai sisi. Bukankah semua itu menunjukkan agar Dia saja yang disembah oleh mereka, dan bukankah hal itu menunjukkan pula bahwa Dia mampu menghidupkan orang-orang yang telah mati dan memberikan balasan terhadap amal mereka?!
Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyebarkan di bumi berbagai jenis binatang. Hal ini juga menunjukkan kekuasaan-Nya, kebesaran-Nya, keesaan-Nya dan kerajaan-Nya yang besar. Dia menundukkan hewan-hewan itu untuk mannusia sehingga mereka bisa memanfa'atkannya. Ada di antara hewan itu yang mereka makan, mereka minum susunya, ada yang mereka tunggangi dan membantu maslahat mereka. Selain disebarkan-Nya berbagai jenis binatang untuk maslahat manusia, Dia pula yang menanggung rezekinya. Tidak ada satu hewan pun kecuali atas tanggungan Allah-lah rezeki-Nya. Yakni pengarahan angin ke beberapa arah seperti ke utara dan selatan. Ada angin yang panas dan ada angin yang dingin, ada yang menggiring awan ke tempat tertentu yang nantinya akan turun hujan, dan ada yang menerbangkan benih tumbuhan sehingga tumbuh lagi pohon yang baru. Siapakah yang mengarahkan angin tersebut dan menyimpankan di dalamnya berbagai manfaat bagi manusia kalau bukan Allah Subhaanahu wa Ta'aala yang Maha Bijaksana lagi Maha Penyayang dan Maha Lembut kepada hamba-hamba-Nya?! Bukankah termasuk hal yang sangat tidak pantas dan tidak masuk akal jika manusia bersenang-senang dengan rezki yang diberikan-Nya dan hidup dengan keihsanan-Nya, namun mereka malah menggunakan semua itu untuk mengerjakan maksiat dan hal-hal hal yang dimurkai-Nya? Dan bukankah hal ini menunjukkan hilm(santun), sabar, pemaaf dan lembut sekali Tuhannya?!
Oleh karena itu, segala puji bagi Allah awal dan akhir, zhahir maupun batin. Al Hasil, apabila orang yang berakal memikirkan lebih lanjut makhluk ciptaan-Nya, tentu Dia akan mengetahui bahwa makhluk itu diciptakan untuk yang hak dan dengan hak sekaligus sebagai bukti dan saksi nyata terhadap kebenaran apa yang Allah sampaikan tentang keesaan-Nya dan apa yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sampaikan tentang hari akhir, dan bahwa semua makhluk tersebut ditundukkan oleh-Nya. Dari sini kita juga mengetahui bahwa alam langit maupun alam bumi semuanya butuh dan bergantung kepada-Nya, sedangkan Dia Maha Kaya tidak memerlukan apa-apa terhadap alam semesta, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Yakni dengan akal, mereka bisa mengerti bahwa pada semua itu terdapat tanda-tanda keesaan Allah, keberhakan-Nya untuk diibadahi, besarnya kekuasaan Allah, tanda-tanda rahmat(kasih sayang)-Nya dan semua sifat-Nya.
Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI
Ketahuilah, sesungguhnya pada penciptaan langit dengan ketinggian dan keluasannya serta benda-benda angkasa di lingkupnya; dan bumi yang terhampar luas; pergantian malam dan siang dengan perubahan panjang-pendeknya dan kemanfaatan masing-masing; kapal dan perahu yang berlayar di laut dengan membawa muatan berupa manusia dan aneka ragam barang yang bermanfaat bagi manusia; apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan air itu dihidupkan-Nya bumi dengan berbagai macam tumbuhan setelah tanaman tersebut mati atau kering; apa yang dia tebarkan di dalam dan di permukaan-Nya berupa bermacam-macam binatang; dan perkisaran angin, baik yang semilir maupun yang kencang; dan awan yang menggumpal dan dikendalikan untuk bergelantungan antara langit dan bumi; semua itu sungguh merupakan tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang mengerti, menggunakan akalnya untuk mengambil pelajaran.
Dan di antara manusia, meski telah menyaksikan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah yang demikian banyak dan jelas, masih ada saja orang yang menyembah tuhan selain Allah. Mereka menjadikannya sebagai tandingan Allah, yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah. Mahasuci Allah dari segala tandingan dan sekutu. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah melebihi cinta orang musyrik kepada sesembahan dan berhala mereka. Mereka tidak mempersekutukan Allah dengan apa pun. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat dan mengetahui, ketika mereka melihat, menerima, dan merasakan azab pada hari kiamat, sedang mereka dan sesembahan mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka mereka baru menyadari bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya. Ketika itulah mereka baru menyesali kezaliman yang telah mereka lakukan, penyesalan yang tidak berguna sedikit pun.
Tafsir Tematis / Team Asatidz TafsirWeb
Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan mengenai tanda-tanda kebesaran-NYA dalam penciptaan seluruh makhluk-NYA dan tidak ada yang mampu mengambil pelajaran dari segala kebesaran penciptaan-NYA kecuali orang-orang yang berakal dan memakai akalnya untuk mentafakurinya. Diantara tanda-tanda kebesaran Allah yang disebutkan dalam ayat ini adalah sebagai berikut: Pertama, Allah menciptakan langit yang kita lihat sekarang dengan ketinggiannya, keluasannya, keindahannya, bintang-bintangnya yang bertebaran, matahari yang menjadi pusat tatasurya, bulan yang peredarannya menajadi patokan penanggalan manusia, dan sega benda langit laiinya yang Allah ciptakan demi kemaslahat manusia. Kemudia Allah ciptakan bumi sebagai hamparan dengan tingkap kepadatannya, lembah-lembahnya, gunung-gunungnya, lautannya, padang saharanya, hutan-hutannya yang lebat, keramaiannya serta segala sesuatu yang ada padanya yang bermanfaat untuk manusia. Dan proses penciptaan langit dan bumi ini Allah ciptakan hanya dalam qurun waktu enam hari sebagaiman firman-NYA:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَمَا مَسَّنَا مِنْ لُغُوبٍ
"Dan sesungguhnya telah Kami ciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, dan Kami sedikitpun tidak ditimpa keletihan”. (QS : Qaff 38)
Ibnu katsir menjelaskan makna hari dalam ayat ini terdapat dua pendapat menurut para ulama : hari seperti yang dipahami manusia, yaitu dari terbitnya matahari sampai terbenamnya kembali. Pendapat ini adalah pendapat jumhur para ulama. hari yang dimaksud adalah hari ahirat yang digambarkan bahwa satu hari ahirat sama dengan 1000 tahun perhitungan manusia di dunia. Pendapat ini adalah pendapat Ibnu ‘Abbas, Addohak dan ahli tafsir lainnya.
Kedua, yaitu pergantian siang dan malam yang dengan teraturnya silih berganti tidak terkambat sedikitpun. Tidak ada malam yang mendahuli siang dan begitupula sebaliknya. Allah berfirman:
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya”. (QS : Yasin :40)
Adakalanya disebagian tempat lamanya siang lebih panjang dari malam, dan adakalanya juga lamanya malam lebih panjang dari siang. Dan hal itu silih berganti dengan teraturnya. Tidak ada yang mampu mengatur ritme peredaran matahari dan bulan ini kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Ketiga, menundukan laut untuk bisa dilalui perahu berlayar diatasnya, firman-NYA: وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ “Dan bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia” Yakni Allah tundukan laut agar dapat membawa berlayar perahu-perahu diatasnya, tidak membuat perahu tersebut tenggelam walaupun membawa beban yang berat. Perahu-perahu tersebut berlayar dari satu pantai ke pantai yang lain membawa barang-barang yang bermanfat bagi manusia. Menjadikan laut sebagai salah satu jalur transportasi manusia guna membawa barang-barang kebutuhan mereka dari satu pulau ke pulau yang lain. Ayat ini juga dijadikan dalil oleh Imam Alqurtubi akan bolehnya menggunakan pereahu sebagai sarana transportasi dan berdagang untuk kepentingan kehidupan manusia. Keempat, Allah turunkan hujan untuk menghidupkan bumi, firman-NYA:
وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا
“Dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya” Ayat ini semakna dengan ayat lain, yaitu firman-NYA :
وَآيَةٌ لَهُمُ الْأَرْضُ الْمَيْتَةُ أَحْيَيْنَاهَا وَأَخْرَجْنَا مِنْهَا حَبًّا فَمِنْهُ يَأْكُلُونَ *وَجَعَلْنَا فِيهَا جَنَّاتٍ مِنْ نَخِيلٍ وَأَعْنَابٍ وَفَجَّرْنَا فِيهَا مِنَ الْعُيُونِ *لِيَأْكُلُوا مِنْ ثَمَرِهِ وَمَا عَمِلَتْهُ أَيْدِيهِمْ أَفَلَا يَشْكُرُونَ * سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ*
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan dari padanya biji-bijian, maka daripadanya mereka makan.* Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur dan Kami pancarkan padanya beberapa mata air,*supaya mereka dapat makan dari buahnya, dan dari apa yang diusahakan oleh tangan mereka. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur?* Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui”. (QS. Yasin :33-36)
Kelima, Allah ciptakan hewan-hewan di bumi. Firman-NYA:
وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ
“Dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan” Allah Subhanahu wa Ta'ala ciptakan di bumi ini berbagai jenis hewan dengan berbagai jenis bentuk,warna dan manfaat. ada yang kecil ada yang besar, ada hewan yang bisa dijadikan makanan untuk manusia ada juga yang bisa diminum susunya dan ada juga yang bisa dijadikan tunggangan untuk berkendara bepergian ke beragai tempat. Semua itu semata-mata sebgai rezeki bagi manusia di dunia.
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh)” (QS. Huud:6)
Keenam, kisaran angin dan awan antara langit dan bumi, sebagaimna firman-NYA:
وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ
“Dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi” yakni adakalanya angin datang mebawa rahmat dan adakalanya datang membawa azab. Adakalanya angina datang membwa tanda-tanda yang akan menggembirakan seperti awan yang datang sebelum turunnya hujan, dan adakalanya kadetangannya sebagai tanda yang menakutkan yang dapat menghancurkan apapun yang disapunya. Adakalanya angin datang dari arah timur ke barat adakalanya juga sebaliknya. Hal ini merupakan tanda-tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala yang meniupkan angin tersebut dari berbagai arah yang Allah kehendaki.
Ibnu Katsir menyebutkan sebab turunnya ayat ini adalah jawaban untuk orang quraisy atas tantangan mereka kepada rasulullah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas
أتت قريش محمدا صلى الله عليه وسلم فقالوا : يا محمد إنما نريد أن تدعو ربك أن يجعل لنا الصفا ذهبا ، فنشتري به الخيل والسلاح ، فنؤمن بك ونقاتل معك . قال : " أوثقوا لي لئن دعوت ربي فجعل لكم الصفا ذهبا لتؤمنن بي " فأوثقوا له ، فدعا ربه ، فأتاه جبريل فقال : إن ربك قد أعطاهم الصفا ذهبا على أنهم إن لم يؤمنوا بك عذبهم عذابا لم يعذبه أحدا من العالمين . قال محمد صلى الله عليه وسلم : " رب لا ، بل دعني وقومي فلأدعهم يوما بيوم " . فأنزل الله هذه الآية : ( إن في خلق السماوات والأرض واختلاف الليل والنهار والفلك التي تجري في البحر بما ينفع الناس ) الآية
Orang-orang Quraisy datang kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam lalu mereka berkata “hai Muhammad, sesungguhnya kami ingin agar kamu berdo’a kepada tuhanmu agar menjadikan bagi kami bukit Shofa ini menjadi emas. Lalu akan membeli dengan emas tersebut kuda-kuda dan senjata. Jika kamu mampu, maka kami akan beriman kepadamu dan berperang bersamamu”. Kemudian nabi Muhammad menjawab: “berjanjilah kalian kepadaku, sekiranya aku berdo’a kepada tuhanku lalu Dia menjadikan bukit Shofa ini menjadi emas maka kalian akan beriman kepadaku”. Maka mereka mengadakan perjanjian tersebut dengan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Maka berdo’alah Nabi kepada Tuhannya. Lalu kemudian datanglah malaikat Jibril 'alaihissalaam dan berkata : “Sesungguhnya Tuhanmu mampu menjadikan bukit shofa menjadi emas bagi mereka dengan syarat jika mereka tidak beriman kepadmu Dia akan mengazab mereka dengan azab yang belum pernah diberikan kepada siapapun dari umat-NYA”. Maka berkatalah nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam: “Wahai Tuhanku, tidak. Lebih baik tinggalkanlah aku bersama kaumku maka aku akan mendakwahi mereka hari demi hari”. Maka Allah menurunkan ayat ini : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqoroh :164)
Sumber: https://tafsirweb.com/